Sidang Lanjutan di MK, Saksi Tole Beberkan Adanya Deklarasi Kepala Desa dan Coblos Ilegal

Editor: Yocerizal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MEMBERIKAN KETERANGAN - Para saksi Pihak Terkait saat memberikan keterangan pada persidangan Perkara Nomor 44/PHPU.BUP-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Bupati Kabupaten Aceh Timur, Senin (10/2) di Ruang Sidang Pleno MK.

“Tindakan tegas ini bertujuan memberikan efek jera agar pelanggaran serupa tidak terulang di masa mendatang, termasuk dengan tidak merekrut kembali petugas pemilu yang bermasalah,” tegas Titi.

Baca juga: Polresta Banda Aceh juga Ikut Dipraperadilankan, Kasus Penetapan Tersangka Mahasiwa Demonstran

Titi juga menyoroti pentingnya pengelolaan daftar hadir di Tempat Pemungutan Suara (TPS) sebagai instrumen untuk menjaga kemurnian suara pemilih. 

Ia mengungkapkan bahwa meskipun teknologi informasi seperti SIPOL, Sidalih, Silon, Sidakam, dan Sirekap telah digunakan, belum ada sistem yang secara efektif memvalidasi penggunaan hak pilih oleh pemilih di TPS.

“Daftar hadir diharapkan dapat membantu petugas KPPS memastikan bahwa tidak ada pemilih yang menggunakan hak pilih lebih dari satu kali dan bahwa semua pemilih yang memberikan suara adalah mereka yang berhak,” tambahnya.

Namun, Titi mengakui bahwa implementasi di lapangan sering kali terhambat oleh penerbitan regulasi yang mendekati hari pelaksanaan, kurangnya sosialisasi, serta pelatihan yang tidak memadai. 

“Kendala sarana dan prasarana, metode yang tidak tepat, serta keterbatasan anggaran juga menjadi hambatan,” ujarnya.

Sementara saksi Termohon, Nuryadi yang merupakan anggota KPPS menerangkan tentang proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS 1 Ujong Tunong, Kec. Julok. 

“Disaat pembukaan kotak semua tanda tangan dan tidak ada keberatan,”terangnya.

Tidak Memenuhi Unsur TSM

Panel Hakim juga mendengarkan keterangan dari Zainal Abidin, Ahli yang dihadirkan oleh Pihak Terkait. 

Baca juga: Adi Laweung Gantikan Abuwa, Ditunjuk jadi Plt Ketua DPW PA Pidie Jaya

Zainal menjelaskan bahwa peraturan perundang-undangan di tingkat nasional maupun Aceh memberikan ruang untuk menjaga kemurnian suara rakyat. 

“Koreksi dapat dilakukan berkali-kali untuk memastikan hasil yang benar, meskipun dalam perkara ini ruang tersebut tidak digunakan,” jelasnya.

Menanggapi dalil pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) yang diajukan Pemohon, Zainal berpendapat bahwa dalil tersebut tidak memenuhi unsur TSM. 

“Pelanggaran terstruktur dan sistematis hanya terjadi jika ada perencanaan matang dan pelaksanaan terorganisir. Pelanggaran masif harus terbukti dilakukan secara luas dan berdampak signifikan,” paparnya.

Ia juga menekankan bahwa narasi yang dibangun Pemohon seolah-olah menunjukkan pelanggaran besar, padahal setiap tahapan penghitungan dan rekapitulasi suara memberikan ruang untuk koreksi. 

Halaman
123