TRIBUNNANGGROE.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Pasangan Calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Lhokseumawe Nomor Urut 3, Ismail dan Azhar Mahmud tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah di MK.
Pasalnya, selisih perolehan suara Pemohon dengan paslon peraih suara terbanyak melewati ambang batas yang ditentukan dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada).
“Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Suhartoyo, dalam Sidang Pengucapan Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Tahun 2024 (PHPU Kada 2024) pada Selasa (4/2/2025) di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK, Jakarta.
Dalam pertimbangan hukum Mahkamah, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan tidak terdapat alasan untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 158 UU Pilkada yang berkaitan dengan kedudukan hukum Pemohon sebagai syarat formil dalam mengajukan permohonan PHPU Wali Kota Lhokseumawe.
Mahkamah tidak menemukan adanya kondisi atau kejadian khusus yang dapat dinilai telah menciderai penyelenggaraan Pilwalkot Lhokseumawe Tahun 2024, sehingga Mahkamah menilai tidak relevan meneruskan permohonan ini ke pemeriksaan persidangan lanjutan.
“Dengan demikian tidak ada relevansinya untuk meneruskan permohonan a quo pada pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian, karena Mahkamah telah meyakini tahapan-tahapan Pemilihan Wali Kota (Pilwalkot) Lhokseumawe Tahun 2024 telah dilaksanakan sesuai dengan tahapan dan ketentuan,” kata Saldi sebagaimana dikutip dari website MK.
Baca juga: Efesiensi Anggaran, Dana Otsus Aceh Dipangkas Rp 156 Miliar
Selisih perolehan suara Pemohon dengan paslon peraih suara terbanyak untuk dapat mengajukan permohonan PHPU Wali Kota Lhokseumawe Tahun 2024 adalah 1.833 suara atau paling banyak 2 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan KIP Kota Lhokseumawe 91.636 suara.
Sementara perolehan suara Pemohon adalah 32.009 suara, dan perolehan suara Pihak Terkait adalah 34.962 suara.
Dengan demikian, perbedaan perolehan suara antara Pemohon dan Pihak Terkait adalah 34.962 dikurangi 32.009 suara, sama dengan 2.953 suara atau 3,22 persen, sehingga lebih dari ketentuan 2 persen atau 1.833 suara.
Sebagai informasi, Pemohon mendalilkan pelanggaran berupa adanya pemilih yang melakukan pencoblosan surat suara lebih dari satu kali di bilik suara, tetapi dibiarkan oleh petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) termasuk adanya pemilih yang memberikan hak suara di tiga tempat pemungutan suara (TPS) yang berbeda saling berdekatan.
Pemohon mendalilkan pelanggaran tersebut terjadi di 17 TPS di Kecamatan Muara Dua, yaitu TPS 001, TPS 002, TPS 003, TPS 004 Desa/Kelurahan Meunasah Blang; TPS 001, TPS 002, TPS 003, dan TPS 004 Desa/Kelurahan Menasah Mee.
Juga di TPS 001, TPS 002, TPS 003, dan TPS 004 Desa/Kelurahan Blang Crum; TPS 001, TPS 002, dan TPS 003 Desa/Kelurahan Cut Mamplam, serta TPS 002 dan TPS 002 Desa/Kelurahan Menasah Manyang.
Namun, Mahkamah menemukan formulir C. Hasil Salinan untuk semua TPS yang dipermasalahkan Pemohon ternyata telah ditandatangani saksi mandat Pemohon.
Baca juga: VIDEO - Viral Momen Presidan Prabowo Mengintip dari Jendela saat Sidak Makan Bergizi Gratis
Saksi mandat di TPS tersebut juga tidak mengisi atau menandatangani Catatan Kejadian Khusus atau pun mengajukan Keberatan.
Selain itu, tiga laporan yang diajukan Pemohon ke Panwaslih Kota Lhokseumawe tidak memenuhi syarat formil maupun materil sehingga semua laporan tidak diregistrasi.