MK: Maimul-Nurzahri tidak Memiliki Kedudukan Hukum Ajukan Sengketa Pilkada Kota Langsa

MK memutuskan tidak dapat menerima permohonan yang diajukan oleh Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Langsa Maimul Mahdi dan Nurzahri.

Editor: Yocerizal
Humas MK/Bayu
SIDANG PUTUSAN PILKADA LANGSA - Pemohon hadir pada persidangan Pengucapan Putusan/Ketetapan Perkara Nomor 15/PHPU.WAKO-XXIII/2025 Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Walikota Kota Langsa Tahun 2024, Selasa (04/2) di Ruang Sidang Pleno MK. 

TRIBUNNANGGROE.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima permohonan yang diajukan oleh Pasangan Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Langsa Nomor Urut 3 Maimul Mahdi dan Nurzahri. 

Demikian Sidang Pengucapan Putusan Perkara Nomor 15/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya pada Selasa (4/1/2025) di Ruang Sidang Pleno MK.

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur, Mahkamah menyebutkan bahwa tidak terdapat alasan untuk mengesampingkan ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 (UU Pilkada) yang berkaitan dengan kedudukan hukum Pemohon sebagai syarat formil dalam mengajukan permohonan perselisihan hasil Pemilihan Umum Gubernur, Bupati, dan Walikota di Mahkamah.

“Tidak ada relevansinya untuk meneruskan permohonan a quo pada pemeriksaan persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian,"

"Karena tanpa sidang lanjutan dengan agenda pembuktian, Mahkamah telah meyakini bahwa tahapan-tahapan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Langsa Tahun 2024 telah dilaksanakan sesuai dengan tahapan dan ketentuan,” ujar Ridwan

Ridwan menuturkan, perolehan suara Pemohon adalah 20.591 suara dan perolehan suara Pihak Terkait adalah 31.916 suara. Sehingga, perbedaan perolehan suara antara Pihak Terkait dan Pemohon adalah 31.916 11.325 suara atau yang setara dengan 14,36 persen.

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar pada 9 Januari 2025, Pasangan Calon Nomor Urut 3 tersebut mengatakan bahwa Pasangan Calon Nomor Urut 2 Jeffry Sentana S Putra dan M Haikal Alfisyahrin melakukan pelanggaran-pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) berupa pelibatan ASN dan Pj. Kepala Desa serta politik uang.

Baca juga: Selain Dana Otsus, DAU dan DAK Fisik Aceh juga Dipangkas, Totalnya Mencapai Rp 317 Miliar

Baca juga: MK Yakini Pilkada Lhokseumawe Sudah Sesuai Tahapan dan Ketentuan, Gugatan  Ismail Ditolak

Implikasi dari pelanggaran TSM dilakukan oleh Pihak Terkait tersebut menurut Pemohon adalah terjadinya selisih suara yang cukup besar, yaitu sebesar 11.325 suara.(*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved