Dalam perjalanan itu, mahasiswa mengarak sejumlah spanduk. Pada salah satu spanduk tertera tulisan 'Wahai Gus-Dur dan anggota DPRD, buka mata hatimu. Bek teungeut lee jok laju referendum'. Tulisan itu disambungkan dengan sehelai kain hitam polos.
Sedangkan tulisan lainnya 'Aceh butuh keadilan dan kedamaian. Mengapa peluru dan kesengsaraan yang diberikan'.
Baca juga: 25 Tahun Lalu, Kisah Penembakan Petugas Pajak di Kabupaten Pidie
Tujuan mahasiswa ke stasiun radio milik pemerintah itu adalah untuk menyiarkan pernyataan sikap yang diharapkan bisa didengar oleh seluruh masyarakat Aceh, maupun masyarakat di luar Aceh.
Setelah bernegosiasi dengan beberapa staf RRI, mahasiswa mendapat izin mengudara, namun setelah pembacaan berita pukul 13.30.
"Paket siaran" untuk mahasiswa diawali dengan pembacaan pengantar yang disampaikan Roy Fahlevi (Sekretaris Umum HMI). Pengantar itu memuat kepedihan yang dirasakan rakyat Aceh selama ini.
Seusai Roy Fahlevi membacakan pengantar, microfon RRI Banda Aceh diserahkan kepada Iswadi, Ketua Umum HMI Banda Aceh untuk membacakan pernyataan sikap.
Dalam aksi di RRI yang berlangsung sekitar 15 menit, mahasiswa juga menyampaikan orasi dan nyanyian yang menyiratkan kebencian kepada oknum aparat TNI dan kekejaman yang dilakukan terhadap rakyat Aceh.(Arsip Serambi Indonesia/Tribun Nanggroe/Muktar Lukfi)