Kisah 25 Tahun Lalu, Ketika Mahasiswa Aktivis SIRA Diberondong dan Dilempari Granat
25 tahun lalu, dua aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) menjadi korban pemberondongan dan sasaran granat
Penulis: Muktar Lukfi | Editor: Yocerizal
TRIBUNNANGGROE.COM - 25 tahun lalu, dua aktivis mahasiswa Aceh yang tergabung dalam Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) menjadi korban pemberondongan dan sasaran granat.
Peristiwa itu terjadi di kawasan Geuceu Meunara, Kota Banda Aceh, Kamis, 24 November 1999.
Bermula dari panggilan telepon seorang ibu di kawasan Geuceu Meunara, yang meminta tolong kepada mahasiswa aktivis SIRA, karena di depan rumahnya sudah dikepung kelompok bersenjata yang mencoba memerasnya.
Setelah mengadakan koordinasi dengan sejumlah aktivis lainnya, mereka sepakat untuk turun memberikan bantuan, dan menuju ke lokasi mengendarai dua mobil berisikan sekitar 20 anggota.
Namun, belum sampai ke rumah yang dituju, tiba-tiba datang dua sepeda motor trail warna hitam. Kedua pengendara trail itu, sempat berdialog dengan anggota SIRA di lorong tersebut.
Setelah dijelaskan bahwa mereka berasal dari mahasiswa yang tergabung dalam SIRA, kedua pengendara trail balik ke belakang dan terus berlalu.
Ternyata beberapa anggota SIRA yang masih berada di barisan belakang, sempat melihat bahwa yang mengendarai trail itu membawa senjata laras panjang, dan tak lama kemudian, petaka itu pun terjadi.
Artikel dibawah ini adalah arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi jumat 25 Oktober 1999. Kami turunkan kembali untuk mengenang perisitiwa 25 tahun lalu:
Mahasiswa Digranat dan Diberondong
BANDA ACEH - Dua anggota SIRA (Sentral Informasi Referendum Aceh), Kamis (24/ 11/1999) roboh bersimbah darah setelah diberondong tembakan dan dilempari granat oleh lelaki berbaju loreng yang mengendarai trail di kawasan Desa Geuceu Meunara, Banda Aceh.
Kedua korban yang masih dirawat intensif di RSUZA Banda Aceh itu mengalami musibah dalam tugas kemanusiaan membantu warga setempat dari ancaman pemerasan dan perampokan oleh orang-orang tak dikenal.
Beberapa saat sebelum terjadi serangan terhadap mahasiswa, tak jauh dari lokasi insiden, para anggota Batalyon 112/DJ menemukan dua mayat lelaki yang menurut Danrem 012/TU sebagai anggota GAM.
Kedua mayat lelaki itu sampai petang kemarin masih disemayamkan di Meunasah Batalyon 112/DJ kawasan Japakeh.
Baca juga: Kereta Api Indonesia dan Pemerintah Berhasil Selamatkan Aset Negara Senilai Rp 1 Triliun
Koordinator Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA), Muhammad Nazar kepada wartawan menyatakan, kedua anggota SIRA yang jadi korban penembakan itu adalah Iswandi (20) mengalami luka pada bahu kanan tembus ke belakang, dan Muksalmina (23) luka tembak pada punggung tembus ke paha kiri. Sedangkan beberapa anggota lainnya mengalami luka-luka.
Menurut Muhammad Nazar, Kamis (24/ 11/1999) sekitar puku 01.00 WIB, pihaknya menerima pengaduan melalui telepon dari seorang ibu di kawasan Geuceu Meunara Banda Aceh, yang meminta tolong karena di depan rumahnya sudah dikepung orang bersenjata yang mencoba memerasnya.
Bahkan wanita tersebut selain meminta bantuan ke SIRA juga meminta bantuan ke Karma, Taliban, dan Fokus Gampi.
"Pengaduan wanita itu kami terima sejak tiga malam terakhir. Tapi baru tadi malam kami turunkan anggota ke rumah ibu tersebut, dan sebelumnya kami tidak datang karena takut dipancing pihak tertentu," kata Muhammad Nazar.
Namun, kata Nazar, setelah mengadakan koordinasi dengan sejumlah aktivis lainnya, mereka sepakat untuk turun memberikan bantuan, dan menuju ke lokasi mengendarai dua mobil berisikan sekitar 20 anggota.
Sesampai di mulut lorong, mobil diparkir di tepi jalan dan mereka jalan kaki ke rumah yang menelepon. Belum sampai ke rumah yang dituju, mereka berpapasan dengan mobil Toyota Kijang dan sempat dicatat nomor polisinya BL 953 KL berisikan penuh orang yang tak dikenal.
Namun, belum sampai ke rumah yang dituju, tiba-tiba datang dua sepeda motor trail warna hitam yang satu berbonceng tiga dengan plat nomor polisinya BL 952 AH dan satu lagi tak sempat dicatat nomor plat polisinya.
Kedua pengendara trail itu sempat berdialog dengan anggota SIRA di lorong tersebut. Setelah dijelaskan bahwa mereka berasal dari mahasiswa yang tergabung dalam SIRA, kedua pengendara trail balik ke belakang dan terus berlalu.
Ternyata beberapa anggota SIRA yang masih berada di barisan belakang sempat melihat bahwa yang mengendarai trail itu membawa senjata laras panjang. Tak ayal, mahasiswa pun sepakat mengejar.
"Saat itu, kami berkeyakinan bahwa pengendara trail itulah orang bersenjata yang dilaporkan masyarakat melakukan pemerasan," kata Alfian yang diperkuat beberapa temannya.
Merasa dikejar, kedua pengendara trail melarikan diri ke arah sebuah rumah di tepi jalan raya Lamteumen Keutapang.
Ketika anggota SIRA mendekat, saat itulah orang-orang bertrail tadi memberondong tembakan dari senjata M 16 secara membabi buta.
Akibatnya, rombongan SIRA yang tak membawa senjata apapun terpaksa kucar-kacir mencari perlindungan untuk menyelamatkan diri.
"Mungkin pelurunya habis, anggota yang berpakaian loreng itu kemudian melemparkan granat ke arah mobil kami. Tuhan masih melindungi kami, dan granat itu jatuh di tanah sekitar 5 meter dari arah depan mobil," kata Alfian.
Baca juga: Komunitas GenBI Komisariat USK Sosialisasikan Gerakan Menabung Sejak Dini di SD Negeri 72
Setelah lemparan granat itu, lelaki berbaju loreng dan berjeket hitam itu, melarikan diri menaiki trailnya yang dipacu dengan kecepatan tinggi menuju ke arah Mata le.
Setelah suasana tenang, kata Alfian yang ikut dalam rombongan itu, para anggota SIRA keluar dari persembunyian dan pada waktu itulah diketahui kedua temannya terkena tembakan, dan langsung dilarikan ke RSUZA.
Menurut Alfian, sejam kemudian setelah kedua temannya diantar ke RSUZA, mereka kembali mendatangi lokasi kejadian.
"Setelah disisir, kami temukan enam butir kelongsong peluru M 16 buatan Pindad, dan satu kunci granat. Dua kelongsong peluru dan kunci granat itu telah kami pinjamkan ke polisi untuk bahan pengusutan selanjutnya," kata Alfian.
Menurut Alfian dan kawan-kawannya, mereka tidak pernah melihat adanya mayat dua lelaki yang disebutkan kena tembak di kawasan Geuceu Meunara.
Atas kejadian itu, Muhammad Nazar menyatakan, apa yang kami takutkan ternyata terbukti. Kami memang sengaja dipancing. Ini merupakan suatu bukti adanya keinginan supaya darurat militer diberlakukan di Aceh.
"Saya minta seluruh masyarakat Aceh jangan sampai terpancing untuk mengambil tindakan yang merugikan kita semua, walaupun dua anggota SIRA telah menjadi korban penembakan," ujar Muhamamd Nazar.
Bahkan Tgk Fadli, seorang pengurus Thaliban Aceh yang ikut dalam rombongan malam itu, kepada Serambi tadi malam mengatakan, pada saat terjadi penghadangan ia ingin serbu langsung orang bersenjata yang menggunakan kendaraan trail.
Tetapi niat itu urung, sampai kemudian ia tak tahu apa-apa lagi memikirkan apakah ada teman- teman mahasiswa yang tertembak setelah terdengar rentetan tembakan.
Nazar menyatakan, bahwa pihak GAM sendiri telah menyepakati untuk melakukan colling down dan terus berupaya memperjuangkan referendum untuk Aceh secara politik, baik di tingkat nasional maupun internasional.
"Kita mau lihat, dengan collingdown-nya pihak GAM, siapa lagi yang bermain untuk mengacaukan Aceh ini," kata Muhammad Nazar.
Dua Mayat
Danrem 012/TU Kolonel Czi Syarifuddin Tippe, kepada wartawan di Markas Batalyon 112/DJ mengatakan, bahwa Kamis (24/ 11/1999) di kawasan Desa Geuceu Meunara, anggota Batalyon 112/DJ menemukan dua mayat lelaki asal Pidie dengan luka tembak di tubuhnya.
Dan, di lokasi itu juga ditemukan satu mobil Toyota Kijang dengan plat nomor polisi terpasang BL 953 KL.
Kedua mayat lelaki itu, Ridwan Umar (42) warga Panteraja, Trienggadeng Pidie, dan Admi Anzid (33) warga Desa Dayah Muara Pekan Baru, Kecamatan Tiro Pidie.
Menurut Danrem, kedatangan anggota TNI ke lokasi itu setelah seorang anggota Batalyon menerima telepon dari kemenakannya yang tinggal di kawasan tersebut. Si penelepon, kata Danrem, melaporkan mendengar suara tembakan di depan rumahnya.
"Beberapa malam sebelumnya, kemanakan anggota kita itu! juga menerima ancaman dari pihak yang mencoba memerasnya," kata Danrem.
Setelah menyisir lokasi, selain menemukan dua mayat itu, anggota Batalyon juga menemukan satu mobil Toyota Kijang.
Baca juga: Tembak Rekannya Sesama Polisi di Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar Diancam Hukuman Mati
Dari mobil itu, rinci Danrem, ditemukan sejumlah barang bukti berupa satu pistol FN-46 dengan lima butir peluru, 15 butir peluru M-16, dua STNK mobil masing-masing BL 8034-AE atas nama Kanwil Depag Aceh, STNK BL 475 AF atas nama PT Petrolindo Trantama.
Selain itu juga ditemukan satu STNK sepeda motor BL 4022- AN, atas nama Asengko, dua handy talky (HT) merek Motorolla, satu hand phone merek Ericsson, sebilah pedang panjang dan belati, dan dokumen lainnya.
"Kedua mayat itu adalah anggota GAM, mereka sengaja dibunuh di tempat itu oleh temannya sendiri," kata Danrem sambil menjelaskan beberapa alasan dugaannya.
Ketika ditanya tentang ditembaknya rombongan mahasiswa SIRA di lokasi yang tidak jauh dari temuan mayat, Danrem menyatakan tidak tahu.
"Saya tidak tahu apa kaitannya, antara penemuan mayat dengan tertembaknya mahasiswa tersebut," kata Danrem.
Menurut Danrem, mayat kedua lelaki itu bersama barang bukti yang ditemukan sengaja dibawa ke markas Batalyon, dan selanjutnya akan diserahkan kepada keluarganya di Pidie.
"Saya sudah hubungi Dandim Pidie, agar keluarga korban dihubungi untuk mengambil kedua mayat itu," kata Danrem.
Mengutuk
Pengurus Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEM) Unaya Aceh dalam siaran pers yang ditandatangani Sekretaris Umum Afrizala dan disampaikan kepada Serambi kemarin, mengutuk penembakan yang dilakukan terhadap mahasiswa.
"Kami mendesak supaya kejadian tersebut diusut secara tuntas," kata Afrizala.
Kutukan terhadap penembakan mahasiswa itu, juga datang dari FP-HAM yang disampaikan Direktur Executif Syaifuddin Bantasyam.
Menurutnya, penembakan terhadap relawan kemanusiaan itu merupakan bentuk perlawanan terbuka terhadap tugas-tugas membantu masyarakat yang tertindas.
Melihat urutan kejadiannya, kata Syaifuddin Bantasyam, kasus tersebut merupakan satu bentuk provokasi terencana untuk memancing kemarahan dari relawan, aktivis mahasiswa dan masyarakat luas untuk kemudian berlaku anarkis dan lantas dibasmi habis. Misalnya dengan pemberlakuan darurat militer.
"Ujung-ujungnya bisa mengarah ke situ," katanya.
Ia mengimbau agar relawan dan masyarakat untuk waspada terhadap pancingan-pancingan dari pihak tertentu.
"Kami tuntut agar pihak keamanan melakukan pengusutan resmi atas kejadian tersebut, dan dapat dimulai dengan memeriksa keadaan TKP, saksi- saksi dan jenis peluru yang ditembakkan. Termasuk jenis kendaraan yang digunakan pada malam itu,"
"Jika pengusutan tidak dilakukan, maka rasa tak percaya masyarakat kepada pihak keamanan semakin besar. Terlebih-lebih kejadian di Bakongan," katanya. (Arsip Serambi Indonesia/Tribun Nanggroe/Muktar Lukfi)
mahasiswa
Berondonggan
Mahasiswa di Granat
Mahasiswa Aktivis SIRA
Aceh Masa Konflik
Mahasiswa Aktivis SIRA Diberondong
Mahasiswa Aktivis SIRA Dilempari Granat
Aceh 25 Tahun Lalu
Gapelmadya dan Himasos UTU Serahkan Donasi untuk Korban Kebakaran Pesantren Babul Magfirah |
![]() |
---|
Jajak Pendapat CNN 25 Tahun Lalu, 59 Persen Responden Setuju jika Aceh Merdeka |
![]() |
---|
Kontak Tembak di Lamtamot 25 Tahun Lalu, 1 Tewas dan 4 Cedera, Termasuk Anggota TNI |
![]() |
---|
Komunitas GenBI Komisariat USK Sosialisasikan Gerakan Menabung Sejak Dini di SD Negeri 72 |
![]() |
---|
Muzammil Hasballah Apresiasi Program Pembinaan Karakter Berbasis Al-Qur'an di USK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.