Aceh Green Kritisi Menteri AHY, Alihkan Kawasan Satwa jadi Lahan Eks Kombatan GAM

Menurut kami, ini merupakan bencana ekologi yang besar, yang akan terjadi di Aceh di masa yang akan datang.

Editor: Yocerizal
Tribunnanggroe.com
Aktivis Yayasan Aceh Green Conservation (AGC) yang juga Ketua Forum DAS Peusangan Aceh, Suhaimi Hamid. 

TRIBUNNANGGROE.COM - Yayasan Aceh Green Conservation (AGC) mengkritik Menteri ATR/BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), karena mengalihkan kawasan satwa di Kabupaten Aceh Timur menjadi lahan eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Total ada seluas 22.693 hektare hutan kawasan habitat dan jalur satwa yang rencananya akan dialihkan menjadi lahan mantan kombatan.

“Menurut kami, ini merupakan bencana ekologi yang besar, yang akan terjadi di Aceh di masa yang akan datang,” kata Aktivis AGC yang juga Ketua Forum DAS Peusangan Aceh, Suhaimi Hamid, Minggu (18/8/2024).

Sebab menurut pria yang akrab disapa Abu Suhai ini, pengalihan lahan itu selain mengadu kekuatan antara mantan kombatan GAM dengan satwa, juga akan menimbulkan bencana lainnya.

Seperti banjir, punahnya ekosistem, dan juga punahnya keanekaragaman hayati dalam kawasan tersebut, termasuk punahnya serapan karbon dalam menghadapi bencana iklim di masa depan.

“Apakah cara pemerintah memberdayakan kombatan dengan mengadu kombatan GAM dengan gajah? Yang logislah pemikirannya,” kritisi Abu Suhai.

Baca juga: Cerita Ibu Rumah Tangga di Aceh Tamiang Saksikan Empat Orang Terbakar Saat Ledakan Sumur Minyak

Baca juga: Internal Partai Aceh Riuh, Abang Samalanga dan Nurlis Memanas

Kondisi saat ini di Aceh, lanjut dia, konflik antara satwa dan manusia menjadi bencana ekologi terbaru yang belum ada penanganannya secara permanen. Konflik semakin hari kian meningkat, dan tak jarang jatuh korban, baik manunsia maupun satwa, terutama gajah.

Di antaranya kasus gajah mati di karang Ampar Aceh Tengah akibat tersangat listrik yang dipasang oleh petani di kebun miliknya. Juga kasus gajah mati akibat diracun yang terjadi di Aceh Timur selang beberapa bulan kemudian.

Konflik satwa tersebut ujar Suhaimi, terjadi di semua daerah, akibat laju deforestasi terhadap peralihan fungsi lahan dan hutan yang meningkat. Sehingga kawasan yang dulunya habitat satwa telah berubah fungsi menjadi perkebunan sawit.

Perusahan-perusahaan perkebunan memagari kebun-kebun mareka dengan menggali parit, yang menyebabkan beralihnya satwa ke jalur dalam kawasan perkebunan masyarakat dan permukiman penduduk.

“Maka dari itu, kami dari Yayasan AGC meminta kepada Mentri ATR/BPN, KLHK dan pemerintah daerah untuk tidak menetapkan kawasan tersebut menjadi lahan kombatan GAM,” pintanya.

Menurut Suhaimi, masih banyak lahan-lahan lainnya yang terlantar dan bukan kawasan satwa. Kawasan ini dapat diberikan kepada mantan kombatan GAM.

Baca juga: Terancam ‘Game Over’ di Jakarta, Anies Disarankan Maju Pilkada Aceh Atau Sumbar

Baca juga: 450 Orang Meninggal Dunia Akibat Wabah Mpox WHO Umumkan Darurat Kesehatan Global

“Kasihan mantan kombatan GAM yang hidup tidak menentu sekarang, ditambah lagi beban berat untuk bertarung dengan satwa-satwa, yang ikhlaslah kalau mau memberdayakan masyarakat,” timpal Abu Suhai.

Lahan-lahan terlantar dimaksud di antaranya lahan-lahan perkebunan sawit di luar izin yang ditetapkan, lahan perkebunan sawit yang tidak ada izin, lahan HGU yang izinnya sudah mati, dan lahan-lahan HGU yang tidak digarap oleh pemilik izin.

“Itu menurut aturan adalah lahan terlantar, dan itu sangat luas di Aceh. Ada di Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara juga ada di Aceh Timur. Silakan itu dialihkan menjadi lahan mantan kombatan,” sarannya.

Menurut dia, kalau memang pemerintah serius melestarikan hutan di Aceh sebagai sember ekonomi dan ekologi di masa depan, maka harus berani melakukan penegakan hukum dan mendata lahan-lahan yang sesuai dengan izin yang telah diberikan.

“Bukan sebaliknya, justru mengganggu habitat satwa,” pungkas Suhaimi Hamid.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved