Misteri Pagar Laut Sepanjang 30,16 Km di Tangerang, Pemerintah Dibuat Bingung

Keberadaan pagar ini memicu tanda tanya besar. Selain berdampak pada aktivitas nelayan, juga belum diketahui siapa pihak dibalik pemasangan pagar itu.

Editor: Yocerizal
Kompas.com
Pagar bambu misterius yang terpasang laut Kabupaten Tangerang, Banten sepanjang 30,16 km. Pagar itu dipasang oleh warga atas perintah pihak yang belum diketahui dari pihak mana.(Tangkap layar video Ombudsman RI) 

"Siapa yang melakukan belum teridentifikasi. Mereka (warga) sampaikan malam-malam disuruh pasang dikasih uang Rp 100.000 per orang,"

"Cuma itu yang memerintahkan siapa, kita belum sampai situ," ucap Fadli. 

Informasi mengenai dalang di balik pemasangan pagar ini masih menjadi misteri dan menjadi fokus investigasi Ombudsman RI Banten.

Baca juga: MaTA: Penanganan Kasus Korupsi di Aceh Lebih Banyak Menyasar Dana Desa

Baca juga: Hilang Dua Hari Lalu Sepulang Sekolah, Remaja Perempuan asal Aceh Besar Ditemukan di Bandara Soetta

Apa dampaknya bagi nelayan dan masyarakat? 

Keberadaan pagar laut ini dinilai telah mengganggu aktivitas nelayan di wilayah tersebut. 

Banyak nelayan yang kesulitan mengakses area tangkapan ikan akibat struktur pagar yang tertutup berlapis-lapis. 

Fadli menegaskan bahwa keberadaan pagar ini bertentangan dengan prinsip dasar laut sebagai ruang terbuka yang tidak boleh dibatasi. 

"Tidak sesuai dengan prinsip bahwa laut itu kan terbuka, tidak boleh tertutup,"

"Padahal, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan Banten) telah menyatakan bahwa tidak berizin," tegasnya. 

Selain itu, dampak ekonomi juga dirasakan oleh lebih dari 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya yang sehari-hari beraktivitas di kawasan ini. 

Apakah pemasangan pagar laut Ini legal? 

Menurut Perda Nomor 1 Tahun 2023, kawasan tersebut merupakan zona pemanfaatan umum yang mencakup:

Setiap kegiatan pemanfaatan ruang laut yang berlangsung lebih dari 30 hari diwajibkan memiliki Izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). 

Hal ini ditegaskan oleh Rasman Manafii dari Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI). 

"Aktivitas di ruang laut aturannya itu harus ada KKPRL kalau kegiatannya di atas 30 hari," ungkap Rasman. 

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved