25 Tahun Lalu, Tim Pencari Fakta Ungkap Pembataian TNI terhadap Tgk Bantaqiah di Beutong Ateuh

Telah terjadi penembakan sepihak oleh TNI, dan tidak ada bukti yang cukup adanya perlawanan dari Tgk Bantaqiah dan para pengikutnya.

Penulis: Muktar Lukfi | Editor: Yocerizal
Arsip Harian Serambi Indonesia/tribun Nanggroe/Muktar Lukfi
Arsip Serambi Indonesia 31/10/1999 

TRIBUNNANGGROE.COM – 25 tahun lalu, Dayah Babul Mukarramah di Gampong Blang Maraden, Beutong Ateuh, Nagan Raya, menjadi saksi bisu atas kekejaman yang dilakukan pasukan TNI.

Ulama Aceh, Tgk Bantaqiah, bersama 51 orang pengikutnya meninggal dunia dan lima lainnya hilang dalam pembantaian yang dilakukan oleh oknum anggota TNI.

Tim Pencari Fakta yang dibentuk oleh pemerintah daerah Aceh, pada 30 Oktober 1999 membeberkan, tak ada bukti adanya penyerangan yang dilakukan pengikut Tgk Bantaqiah terhadap anggota TNI-AD.

Juga tidak ditemukannya senjata api, dan tidak ditemukannya penanaman ganja di lokasi di Dayah Babul Mukarramah Desa Blang Maraden, Beutong Ateuh.

Keterangan dari Tim Pencari Fakta itu diberitakan Harian Serambi Indonesia edisi Minggu 31 Oktober 1999.

Dalam artikel itu, Tim Pencari Fakta menyimpulkan pembantaian terhadap Tgk Bantaqiah Cs yang menyebabkan 51 orang meninggal dunia dan lima lainnya hilang, dilakukan oleh oknum anggota TNI.

“Telah terjadi penembakan sepihak oleh TNI, dan tidak ada bukti yang cukup adanya perlawanan dari Tgk Bantaqiah dan para pengikutnya,” demikian kesimpulan dari rekomendasi TPF Peristiwa Beutong Ateuh yang diketuai Kolonel Inf Syahril Bakri, yang juga Kaditsospol Aceh.

Rekomendasi itu diberikan kepada wartawan, Sabtu (30/10/1999). Dengan temuan itu, maka terjawablah kesimpangsiuran informasi yang berkembang selama ini. 

Beberapa hari setelah pembantaian 23 Juli 1999 itu, pihak TNI mengklaim bahwa penembakan itu dilakukan karena pasukan TNI diserang.

Apalagi pada operasi khusus di Beutong Ateuh itu, Pihak TNI juga menyebutkan telah menemukan sejumlah pucuk senjata, dokumen, dan ladang ganja.

Tapi, dari hasil temuan TPF, semua keterangan yang pernah disampaikan pimpinan TNI terbantah. 

Baca juga: Seorang Ayah di Bengkulu Mengaku Khilaf setelah Rudapaksa Anak Kandung Sebanyak Dua Kali

Berdasar wawancara beberapa korban yang selamat dan saksi mata, TPF yang turun ke Beutong Ateuh pada tanggal 16 Agustus 1999 merasa yakin bahwa Tgk Bantaqiah tidak menanam ganja karena kehadirannya di Beutong Ateuh baru sekitar 3 bulan (ketika terjadi peristiwa, red) setelah dibebaskan dari Tahanan Tanjung Gusta.

“Tim tidak menemukan cukup bukti adanya tanda-tanda suatu kegiatan gerakan bersenjata ataupun latihan fisik lainnya yang dimobilisir oleh Tgk Bantaqiah melalui kegiatan Dayah Babul Mukarramah,” tegas TPF.

TPF mendapat fakta, pada hari Jumat tanggal 23 Juli 1999, telah terjadi penembakan terhadap Tgk Bantaqiah dan para jamaah Dayah Babul Mukarramah Desa Blang Marandeh, Beutong Ateuh.

Disamping itu, tiga rumah penduduk setempat dibakar dan pada kesempatan itu pula prajurit TNI melakukan penjarahan barang-barang terhadap sebuah kedai, setelah menembak pemiliknya hingga tewas di tempat.

Pada waktu itu, pasukan TNI yang merapat ke Dayah wajahnya dicat hitam dan pasukan lainnya yang tidak disamarkan berjaga di seberang sungai.

Pasukan tersebut sudah terlihat oleh warga setempat pada pukul 07.00 WIB, datang melalui wilayah Korem 011 Lilawangsa dengan menggunakan dua truk dan sebuah helikopter.

Pada waktu penembakan terjadi, Tgk Bantaqiah bersama jamaahnya sedang melakukan pengajian. Sudah menjadi kebiasaan warga setempat pada setiap hari Jumat, mereka tidak ke sawah dan tidak bekerja.

Mereka berkumpul di dayah mengikuti pengajian hingga shalat Jumat. Itulah sebabnya, pada waktu kejadian itu banyak warga berada di dayah itu, baik para lelaki wanita dan anak-anak.

Pada waktu penembakan terjadi, kata TPF, Tgk Bantaqiah dan para jamaah tidak memiliki senjata dan tidak ada yang melakukan perlawanan.

Dari data di lapangan, TPF tidak menemukan adanya tanda-tanda bekas pertempuran, kecuali bekas tembakan senjata api pada atap seng dayah dan hantaman ledakan pada bangunan balai. 

Baca juga: VIDEO - Diselamatkan Presiden Prabowo Ribuan Pekerja Sritex di Sukoharjo Menangis karena Tak Di PHK

Di kawasan Beutong Ateuh, TPF tidak menemukan tanda-tanda sebagai tempat latihan fisik, layaknya sebuah kamp pengemblengan kelompok bersenjata.

Pada lokasi dayah juga tidak ditemukan adanya indikasi penyimpanan senjata, karena baik di halaman depan, samping, maupun belakang dayah tidak bersemak dan hanya terdiri dari hamparan datar, terang-bersih yang ditumbuhi beberapa pohon kelapa, jeruk, rerumpunan pisang dan jauh dari kesan belukar.

Tim juga tidak menemukan adanya kegiatan penanaman ganja, baik dilakukan oleh Tgk Bantaqiah maupun pengikutnya.

Warga setempat mengakui, bahwa pasukan TNI ada menemukan sebuah handy talky yang di rumah Tgk Bantaqiah yang terletak di sisi kiri depan dayah, dan rentangan antene di belakang dayah.

Menurut Drs Azhari Basyar (anggota TPF) yang ikut mendampingi Kolonel Syahril Bakri menyatakan, bahwa handy talky itu saat ini bukanlah merupakan barang canggih yang perlu dicurigai.

Tim berkesimpulan, kehadiran pasukan TNI ke Beutong Ateuh sebagai target operasi (TO) untuk membunuh Tgk Bantaqiah dan pengikutnya tanpa berupaya membuktikan kebenaran informasi intelijen.

Dari kronologis kejadian, tim berkesimpulan bahwa penembakan Tgk Bantaqiah dilakukan sepihak oleh TMI, dan tak ada perlawanan, walaupun waktu yang tersedia untuk melakukan persiapan perlawanan bersenjata sangat memungkinkan. 

Karena kedatangan pasukan ke wilayah itu pukul 07.00 WIB, sedangkan pembantaian terjadi pukul 13.00 WIB (saat shalat Jumat) yang tersedia waktu empat jam seyogianya dapat dilakukan untuk perlawanan ataupun melarikan diri.

Dari pengamatan Tim, terlihat bahwa ada kecenderungan semua korban dihabiskan sebagai upaya untuk menghilangkan saksi. 

Namun, di luar perkiraan ada yang selamat tanpa cedera sedikitpun sebanyak lima orang. 

Dari fakta-fakta tersebut, dan hasil rekonstruksi di lapangan, Tim berkeyakinan bahwa tindakan TNI dalam menggelar target operasi telah bertindak di luar batas-batas kepatutan dan sama sekali tidak mencerminkan prilaku TNI yang Sapta Margais yang menjunjung tinggi prinsip kemanusiaan, apalagi terhadap masyarakat sipil yang tidak berdaya.

Sewaktu berada di Beutong Ateuh, menurut Azhari Basyar yang juga anggota DPRD I Aceh itu, Ketua TPF Kolonel Syahril Bakri telah menanyakan langsung tentang surat pernyataan yang ditanda tangani oleh Kepala Mukim dan kepala Desa setempat tentang masyarakat Beutong Ateuh sangat senang dengan tertembaknya Tgk Bantaqiah.

Baca juga: Demi Judi Online dan Bayar Utang, Mantan Kabag Umum Bobol Keuangan Daerah hingga Rp 3 Miliar

Tapi oleh kepala mukim dan kades yang sempat menandatangani surat pernyataan tersebut, secara spontan membantahnya.

Pada waktu itu, kata kepala Mukim dan kades, mereka didatangi seseorang utusan dari Korem 011/LL yang menyodorkan surat pernyataan yang telah disiapkan (diketik dengan komputer) dan mereka dipaksa untuk menandatanganinya dengan ancaman bunuh kalau tidak mau. 

Kami terpaksa menandatanganinya, hal itu juga diketahui oleh mahasiswa (aktivis) HMI Cabang Meulaboh yang kebetulan hadir pada saat penandatangan tersebut.

“Surat itu hanya rekayasa untuk menutupi kesalahan,” kata Azhari Basyar.

Menyangkut keterangan pimpinan TNI tentang ditemukannya barang bukti berupa empat pucuk senjata api (AK 47, AK 56, Colt 38, dan FN) hal itu juga merupakan rekayasa.

Karena tidak ada satupun dari warga setempat yang melihat, dimana, kapan, dan siapa yang memiliki senjata dan dari siapa senjata itu disita.

Ketika berada di Beutong, Tim juga menemukan kuburan berisikan 24 mayat yang dijejal dan satu lokasi di isi tujuh mayat yang dikebumikan tanpa melalui syariat Islam.

Sedangkan di jurang di km 6,2 dan km 7 jalan ke arah Takengon, tim juga menemukan 20 mayat. Mereka ini adalah korban luka- luka ketika penembakan di dayah dan diangkut dengan truk yang disebutkan untuk diobati ke Takengon. 

Tapi di lokasi itu, para korban yang luka tersebut juga dibantai dan mayatnya dibuang ke jurang. Bahkan, di lokasi ini tim menemukan sejumlah kelongsong peluru M-16.

Baca juga: Gara-gara Warisan, Adik Bakar Kakak yang sedang Shalat Ashar

Untuk tegaknya supremasi hukum, khususnya di Aceh, Tim menyarankan agar kasus Beutong Ateuh yang mengakibatkan 51 orang korban tewas dan lima orang hilang supaya diusut tuntas dan kepada pihak yang terlibat dimintakan pertanggungjawabannya.

Menurut Azhari Basyar, dalam kasus Beutong Ateuh ini, tidak perlu kita cari siapa prajurit yeng melakukan pembantaian. Mereka adalah prajurit-prajurit yang penuh disiplin, Itu semua mereka lakukan atas perintah atasannya. 

Untuk itu, kasus Beutong Ateuh ini yang paling bertanggung jawab adalah Danrem 011 Lilawangsa, Pangdam I Bukit Barisan, dan mantan Panglima TNI Jenderal Wiranto.(Arsip Serambi Indonesia/Tribun Nanggroe/Muktar Lukfi)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved