Miris, Pelajar di Aceh Tengah Ujian dari Atas Pohon, di Jalanan, dan di Bawah Rintik Hujan

Mereka duduk beralaskan tikar lusuh (tenda), dihadapkan dengan note book, menunggu jaringan internet yang tidak stabil.

Editor: Yocerizal
TribunGayo.com
Pelajar SMP Negeri 28 Takengon di Kemukiman Pamar, Kecamatan Rusip Antara, Kabupaten Aceh Tengah, belajar di atas pohon dan di jalan. 

TRIBUNNANGGROE.COM - Wilayah dengan panorama alam yang indah, pegunungan yang menghijau, danau yang tenang, dan udara sejuk ternyata masih menyimpan kisah pilu didunia pendidikan.

Terutama di daerah terpencil Kabupaten Aceh Tengah. Generasi emas dari pelosok negeri ini masih menghadapi tantangan besar yang menghantam mimpi mereka.

Cerita pilu dalam dunia pendidikan kali ini datang dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 28 Takengon, tepatnya di Kemukiman Pamar, Kecamatan Rusip Antara, Kabupaten Aceh Tengah.

Sebagaimana diketahui, Program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menerapkan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) atau sebelumnya dikenal Ujian Nasional (UN) secara online.

Namun, program ujian online ini membawa kenyataan pahit bagi siswa di Pamar. 

Tanpa fasilitas yang memadai, tanpa akses internet terbatas, dan tanpa perhatian serius dari pihak berwenang, para siswa terpaksa menggelar ujian di jalanan, atas pohon, bahkan di bawah guyuran hujan.

Di tengah gemuruh sistusi politik menghadapi Pilkada Aceh Tengah, para politisi berteriak pembangunan yang digadang-gadang membawa kemajuan.

Ditambah dengan semaraknya perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON), para pemimpin daerah memaksimalkan kekuatan untuk menjadi tuan rumah yang baik.

Baca juga: Detik-detik Saat Bustami Hamzah tak Diizinkan Teken Pernyataan Bersedia Jalankan MoU Helsinki

Baca juga: Rapat Paripurna Pertama DPRK Banda Aceh dan Tangis Haru Hj Mariana Ibrahim dalam Dekapan Irwansyah

Namun, cerita itu berbanding terbalik dengan peristiwa yang dialami siswa SMPN 28 Takengon.

Mereka duduk beralaskan tikar lusuh (tenda), dihadapkan dengan note book, menunggu jaringan internet yang tidak stabil.

Perjalanan mencari jaringan internet bukan lah hal yang mudah, memerlukan waktu dua jam lebih.

Bahkan, mirisnya mereka harus naik ke atas pohon untuk menjawab soal-soal ujian tersebut.

Kepala Sekolah SMPN 28 Takengon, Handani MPd, kepada TribunGayo.com Rabu (11/9/2024) menjelaskan ujian diambil secara online selama dua hari yaitu pada tanggal 9 dan 10 September 2024.

"Hari pertama, saya sudah merasa gundah dalam hati, karena listrik mati. Gimana lah caranya anak-anak mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK)?," jelas Handani.

Akhirnya, Handani dan para guru mencari jaringan internet hingga keluar dari wilayah Pamar, mereka memanfaatkan lokasi-lokasi ketinggian demi mengikuti ujian tersebut.

"Kalau listrik mati, jaringan juga mati. Setidaknya listrik hidup sehingga tidak terlalu jauh mencari jaringan," jelas Handani.

Pelajar SMP Negeri 28 Takengon di Kemukiman Pamar, Kecamatan Rusip Antara, Kabupaten Aceh Tengah, belajar di atas jalan.
Pelajar SMP Negeri 28 Takengon di Kemukiman Pamar, Kecamatan Rusip Antara, Kabupaten Aceh Tengah, belajar di atas jalan. (TribunGayo.com)

Hari ke dua, Selasa (10/9/2024) para siswa kembali mengikuti ujian daring. Saat itu wilayah Kemukiman Pamar tengah diguyur hujan.

Sementara, mereka harus menyelesaikan ujian sesi terakhir diatas mobil pick-up beratapkan tenda. Di bawah rintik air hujan, para siswa menjawab soal-soal tersebut.

"Kami bagi setiap hari sebanyak tiga sesi, dalama satu sesi terdir 7 siswa waktunya dua jam harus selesai 70 soal," kata Handani.

Tak jarang siswa harus menyusul ke sesi selanjutnya karena tidak cukupmya waktu dan akses internet yang terbatas.

"Anehnya bang, kita gerak satu langkah saja jaringan internet hilang. Maka beberapa siswa terpaksa menyusul ke sesi selanjutnya," tambah Handani.

Pemandangan memilukan ini menjadi saksi bisu dari perjuangan mereka dalam mengikuti ujian daring yang diterapkan kurikulum pendidikan modern.

Hasil nilai akhir bukanlah menjadi fokus utama lagi, para siswa merasa mual dan pening saat perjalanan mencari jaringan, cuaca hujan dan suhu badan terasa dingin hingga membaca soal ujian dengan bibir terbata-bata serta tangan gemetar.

"Sebelumnya, saya sudah komunikasi dengan Camat, pihak Dinas Pendidikan. Alhamdulillah respon mereka sangat baik," kata Handani.

Baca juga: Suami Istri di Banda Aceh Dilantik jadi Anggota Dewan dari Dapil Berbeda

Baca juga: Usut Dugaan Korupsi, Jumat Besok Bareskrim Polri Kunjungi Lokasi PON Aceh-Sumut

Para siswa hanya bisa terdiam sambil menatap layar laptop yang tiba-tiba mati karena jaringan hilang. Di tengah hujan yang semakin deras, ia hanya bisa berdoa agar ada sinyal internet yang kembali muncul.

Bagi mereka yang tinggal di daerah perkotaan, mungkin sulit untuk memahami penderitaan ini. Di tengah derasnya arus digitalisasi pendidikan, di pelosok Aceh Tengah, siswa-siswa berjuang hanya untuk mendapatkan secercah sinyal internet. 

Harapan itu pun menggantung di langit mendung Aceh Tengah.(*)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved