TRIBUNNANGGROE.COM - Tepat pada hari ini, Kamis 10 Oktober 2024, kita mengenang peristiwa 25 tahun lalu di Kabupaten Pidie. Perisitiwa dimana belasan ribu jiwa warga Kecamatan Bandardua, mengungsi ke ibukota kecamatan, Ulee Gle.
Artikel dibawah ini adalah arsip berita Harian Serambi Indonesia edisi Selasa 12 Oktober 1999.
Artikel ini kami turunkan kembali untuk mengenang perisitiwa 25 tahun lalu, pengungsian yang dipicu adanya penyisiran oleh aparat TNI ke desa-desa mereka:
Belasan ribu jiwa warga Kecamatan Bandardua, Pidie mengungsi ke ibukota kecamatan, Ulee Gle. Mereka ditampung di sejumlah rumah penduduk dan belasan titik di tempat-tempat umum.
Warga mengungsi karena desa-desanya sedang dilakukan penyisiran oleh aparat, setelah terjadi kontak senjata antara TNI dengan AGAM.
Keadaan pengungsi tampak sangat lelah, apalagi mereka yang terpaksa berjalan kaki empat atau lima kilometer ke kota kecamatan.
Keadaan diperburuk lagi, karena sampai kemarin belum ada bantuan pangan untuk orang-orang lemah tersebut.
Arus pengungsi mulai berlangsung sejak Minggu (10/10/1999) masih kelihatan berduyun-duyun datang ke pusat kota kecamatan.
Selain bernaung di rumah-rumah penduduk, mereka juga ditampung di belasan titik tempat pelayanan umum seperti sekolah, tempat ibadah, dan Puskesmas.
Kendati arus pengungsi sudah mulai bergerak sehari lalu, namun belum ada kelihatan dapur umum. Sehingga para pengungsi terpaksa hidup mandiri untuk kebutuhan makan.
Baca juga: Tubuh Pendaki yang Hilang di Gunung Rinjani Ditemukan Setelah Delapan Hari Pencarian
"Kami tak tahu harus bagaimana, Kami sangat takut karena adanya penyisiran oleh aparat," kata seorang wanita.
Dengan menggendong bayi dan barang di atas kepala, para pengungsi dengan penuh rasa takut dan cemas buru-buru datang ke pusat kecamatan.
"Kami sangat takut bila terjadi kontak senjata. Nantinya kami yang harus menanggung resiko, Padahal Kami tak tahu apa-apa." tambah wanita itu.
Tokoh Ulee Gle, Ramli Ibrahim, kepada Serambi mengatakan mengungsinya belasan ribu warga Bandar dua, karena mereka takut terjadinya kontak senjata susulan. Apalagi, aparat kini mulai melakukan penyisiran ke berbagai desa.
Jumlah warga yang mengungsi, jelas Ramli, mencapai belasan ribu jiwa. Dari 63 desa di kecamatan itu, hanya tiga desa yang tidak melakukan eksodus.