Awas, Kebiasaan Menyirih Ibu Hamil Dapat Memicu Risiko Stunting pada Anak

Kandungan kapur dalam sirih dan zat besi yang masuk saat nyireh dapat memengaruhi kondisi janin. Ini salah satu kultur yang perlu kita edukasi

Penulis: Amat Sanuri | Editor: Yocerizal
Kompas.com/(SHUTTERSTOCK/OHMEGA1982)
Ilustrasi manfaat daun sirih. 

Laporan Amat Sanuri | Banda Aceh

TRIBUNNANGGROE.COM - Sebagian daerah di Indonesia memiliki budaya atau tradisi dimana ibu hamil disarankan mengunyah sirih.

Tradisi menyarankan ibu hamil untuk mengonsumsi sirih merupakan warisan budaya yang telah berlangsung turun-temurun.

Namun, tradisi mengunyah sirih yang dilakukan oleh ibu hamil di beberapa daerah, mendapat sorotan dari Menteri Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Wihaji.

Wihaji menyoroti kebiasaan ibu hamil mengonsumsi sirih, yang dapat memberikan dampak kurang baik terhadap kandungan, di antaranya meningkatkan risiko stunting pada anak.

Hal ini disampaikan Wihaji dalam kunjungannya ke Desa Mulyasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (4/12/2024).

"Beberapa daerah masih ada ibu hamil yang nyireh. Kandungan kapur dalam sirih dan zat besi yang masuk saat nyireh dapat memengaruhi kondisi janin. Ini salah satu kultur yang perlu kita edukasi," katanya.

Menteri BKKBN itu juga menyampaikan pentingnya edukasi yang menyasar langsung ke masyarakat, terutama ibu hamil.

Hal ini untuk memastikan mereka memahami dampak buruk dari praktik-praktik budaya tertentu terhadap kesehatan ibu dan anak.

Baca juga: Pemko Tangerang Kunjungi Banda Aceh untuk Pelajari Toleransi dan Syariat Islam

Dilansir dari Tribunnews.com, menurutnya, selain kekurangan gizi dan akses air bersih, faktor budaya juga menjadi salah satu penyebab stunting yang perlu diatasi secara menyeluruh. 

Oleh karena itu, BKKBN mendorong pemerintah daerah dan lembaga terkait untuk memperluas program edukasi yang lebih intensif.

"Edukasi adalah salah satu langkah utama untuk mencegah stunting. Kita tidak hanya bicara soal nutrisi, tapi juga kebiasaan yang bisa memengaruhi kesehatan ibu hamil dan anak," jelasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa pencegahan stunting membutuhkan perhatian lintas sektor. 

Selain BKKBN, kementerian lain, pemerintah daerah, serta masyarakat harus bekerja sama untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang berpotensi membahayakan kesehatan.

Lebih lanjut Wihaji menekankan pentingnya langkah pencegahan yang berbasis data. 

Dengan pendekatan by name by address, BKKBN akan memastikan setiap keluarga yang berisiko stunting mendapatkan perhatian yang sesuai, termasuk edukasi langsung untuk ibu hamil.

"Kita punya data keluarga risiko stunting (KRS). Hari ini, kita harus turun langsung ke lapangan dan menyelesaikan masalah dengan fokus. Tidak boleh hanya sekadar diskusi atau seminar," ungkapnya.

Baca juga: Tes Seleksi Kompetensi PPPK BKN 2024 Tahap I, Ini Aturan dan Persyaratan yang Harus Diketahui

Ia berharap langkah konkret ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan ibu dan anak, sekaligus menekan angka stunting di Indonesia.

"Stunting bukan hanya soal kekurangan gizi, tapi juga perilaku. Maka dari itu, kita harus sabar, fokus, dan memastikan semuanya kasat mata,"

"Orangnya jelas, alamatnya jelas, dan masalahnya bisa diselesaikan," pungkasnya.

Melalui pendekatan edukasi yang lebih menyentuh akar permasalahan, BKKBN optimis angka stunting di Indonesia dapat ditekan, sekaligus mendorong terciptanya generasi muda yang sehat dan berkualitas.

*) Penulis merupakan mahasiswa internships dari Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Aceh Barat.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved