APIT AWE

Pilkada Sabang, Demokrasi yang Terpasung Kepentingan

Pilkada yang seharusnya menjadi wujud nyata dari kedaulatan rakyat berubah menjadi ajang permainan kekuasaan.

Editor: Yocerizal
Tribunnanggroe.com
KRITIK PILKADA DI SABANG - Riandi Armi, Wartawan di Kota Sabang dan juga tercatat sebagai anggota PWI Kota Sabang serta terlah terverifikasi oleh Dewan Pers. Riandi Armi mengkritik Pilkada Sabang yang menurutnya tersandera kepentingan. 

Setiap lima tahun, rakyat diminta untuk memilih. Setiap lima tahun, mereka dijanjikan bahwa Pemilu kali ini akan lebih baik dari sebelumnya. 

Tetapi pada akhirnya, mereka tetap melihat permainan yang sama: pengawas yang tidak independen, penyelenggara yang tidak profesional, dan elite yang terus-menerus berusaha mempertahankan kuasa mereka dengan segala cara.

Bagaimana mungkin rakyat bisa percaya pada demokrasi jika mereka yang menjalankannya justru tidak memiliki integritas?
 
Sampai Kapan Demokrasi Dipermainkan?

Pilkada bukan sekadar ritual lima tahunan. Ia adalah simbol dari kedaulatan rakyat, sebuah mekanisme yang menentukan arah masa depan sebuah daerah. 

Namun, ketika mekanisme itu dirusak dari dalam, maka yang terjadi bukanlah demokrasi, melainkan oligarki yang terselubung dalam wajah demokrasi.

Sampai kapan rakyat Sabang harus terus menjadi saksi dari pemilu yang penuh dengan kecurangan? 

Sampai kapan PSU akan terus menjadi bagian dari rutinitas Pilkada? 

Sampai kapan mereka yang merasa kebal hukum akan terus merajalela, tanpa ada konsekuensi yang menghentikan mereka?

Baca juga: Terkait Barcode BBM, Forum Komunikasi Doktor Minta Pusat Hormati Kekhususan Aceh

Pemilu yang adil bukanlah utopia. Ia adalah sesuatu yang bisa dicapai jika ada kesungguhan untuk menegakkan aturan. 

Tetapi selama aturan hanya menjadi formalitas, selama hukum hanya berpihak pada mereka yang memiliki kuasa, maka demokrasi di Sabang hanya akan menjadi ilusi yang semakin lama semakin pudar.

Dan pertanyaan terbesar yang harus dijawab oleh para pemimpin dan rakyat Sabang adalah: Apakah kita akan terus membiarkan demokrasi ini mati perlahan? Ataukah kita akan bangkit untuk merebut kembali suara rakyat yang sesungguhnya?(*)

*) PENULIS merupakan Wartawan di Kota Sabang dan juga tercatat sebagai Anggota PWI Kota Sabang serta telah terverifikasi oleh Dewan Pers.

APIT AWE adalah rubrik opini pembaca TribunNanggroe.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved